Ahlussunnah Search Engine :

Loading

Tuesday, May 31, 2011

Pembatal - pembatal Wudhu ( matan abu suja )


 Dikaji dari video "matan abu suja_ (pembatal wudlu)- "oleh ustadz muhammad arifin badri, MA 

1.keluarnya segala sesuatu dari dubur dan qubul apapun bentuknya baik yang biasa dikenal seperti angin,kotoran besar,air seni,mani,wadhi,mahzi,ataupun yang langka atau jarang terjadi seperti misal untuk orang yang sakit batuginjal terkadang keluar batu ginjal dari qubulnya.Ini membatalkan wudhu demikian juga darah,cacing.
catatan : yang menjadi patokan dalam hal batal tidaknya adalah tempat keluarnya jadi bukan benda yang keluar.Jadi apapun yang keluar dari 2 (dubur dan qubul) tempat itu maka membatalkan wudhu. Dengan patokan ini tidak termasuk bila seseorang keluar muntah,sendawa,ludah yang juga bisa dikatakan kotor dan terkadang berbau juga layaknya yang keluar dari 2 tempat tadi maka tidak membatalkan wudhu karena yang jadi patokan adalah tempat keluarnya.karena keluarnya muntah,sendawa,liur,adalah dari mulut (bukan qubul & dubur) maka tidak membatalkan wudhu.

kasus 1: bagaimana bila keluarnya kotoran akibat usus atau lambung yang tertusuk benda tajam sehingga kotoran yang seharusnya keluar lewat dubur menjadi keluar lewat perut akibat tusukan tadi?

jawab : kembali kepada patokan tempat keluarnya maka tidak membatalkan wudhu.

kasus 2: bagaimana bila seseorang yang menggunakan selang sebagai alat bantu pengganti dubur dan qubul yang disalurkan dari perut akibat sakit atau alat pembuangan (dubur / qubul) tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya?

jawab : Dilihat permanen atau tidaknya.
Bila memang alat pembuangan (dubur / qubul) tidak mampu berfungsi lagi selamanya maka selang atau alat apapun pengganti dubur/qubul itu dihukumi sama dengan dubur/qubul itu sendiri.artinya bila keluar apapun dari 2 hal tadi maka membatalkan wudhu.
Tapi bila selang tersebut hanya sementara,misal setelah operasi,atau dalam masa perawatan maka apa yang keluar dari selang tadi tidak membatalkan wudhu.wallahu a'lam.

2.Tidur dalam keadaan tidak duduk bersila yang kondisi pantat anda menempel mantap pada lantai.sehingga posisi kedua pantat ini tidak menyumbat lubang dubur /tidak menjadikan lubang dubur tersumbat malah menjadikan lubang dubur renggang sehingga rentan untuk keluarnya angin.Artinya sekalipun kita tidur pulas tapi pantat kita menempel pada lantai dengan mantap.tidak miring kanan kiri atau depan belakang apalagi baring tidak membatalkan wudhu.kenapa karena dalam kondisi demikian tidak mudah untuk keluar angin dari dubur dikarenakan pantat tertutup /tersumbat rapat.
Dari hadits rasulullah :"bahwa kedua mata adalah tali pengikat dubur,barang siapa yang tidur hendaknya dia segera berwudhu."
pengikat disini adalah kinayah/kiasan.karena biasanya orang yang dalam keadaan tertidur tidak sadar & tidak akan dapat mengontrol duburnya.
Hanya saja orang yang Tidur dalam keadaan duduk bersila / selonjor yang kondisi pantat menempel mantap pada lantai tidak membatalkan wudhu.
diriwayatkan para sahabat pernah tertidur sampai sebagian mendengkur tapi ketika di kumandangkan iqomat mereka langsung bangkit dan shalat karena mereka tidur dalam keadaan duduk bukan berbaring/bersandar dan lainnya.karena ada perkataan 'terkantuk-kantuk' artinya mereka tidur duduk tegak.tidak mungkin seseorang yang tidur bersandar atau malah berbaring bisa terkantuk-kantuk.tidur itu sendiri bukan hadats tapi kondisi yang seringkali terjadi keluarnya angin.dan dalam kaidah fiqiyyah "kondisi yang sering terjadi suatu hal itu dihukumi seperti hal tersebut."
tidur kondisi yang sering melakukan hadats maka dianggap sebagai hadats.sebagaimana juga safar,kondisi yang sering terjadi masaqoh.dibolehkan berbuka puasa ramadhan,qoshor shalat dll.

salah satu juga penguat bahwa tidur adalah kondisi dimana hilangnya kesadaran.

catatan : jadi yang menjadi patokan adalah zawalul aql (hilangnya kesadaran)berarti lebih rentan orang yang gila,pingsan,mabuk lebih parah dibanding tidur.
para ulama berkata "bila tidur dianggap sebagai sebab kita kehilangan wudhu maka hal yang menyebabkan kita kehilangan kesadaran yang lebih parah drpd tidur lebih pantas untuk dikatakan membatalkan wudhu."
misal gila,pingsan,mabuk,atau lainnya misal dibius.baik halal atau haram maka dianggap membatalkan wudhu

3.bersentuhan dengan lawan jenis dg syarat :
- tanpa ada alas pemisah,misal kain pakaian dll.
- wanita tersebut bukan mahram kita,selain istri.ada 2 riwayat/pendapat dari pengikut/murid mahzab syafi'i (bkn dari syafi'i).
kasus ; istri ? apakah batal ? tidak karena mahram disini adalah mahram dalam pernikahan,selain istri.
(Perlu diketahui bahwa mahram ada 2 mahram dalam "safar" dan dalam "pernikahan".Mahram dalam safar lebih luas karena mencakup istri.sedang mahram dalam pernikahan adalah orang yang haram dinikahi selama-lamanya. )
- wanita yang tidak membangkitkan syahwat : - wanita tua renta - anak kecil yang belum baligh yang belum mungkin membangkitkan syahwat.
namun pendapat ini dikritisi banyak pihak yang berdalil denga riwayat a'isyah bahwa Rasulullah pernah menyentuh beliau ketika shalat,bahkan pernah mencium istri-istrinya sebelum shalat tanpa berwudhu setelahnya.maka ulama malikiyah hanabilah "bersentuhan dengan lawan jenis tidaklah membatalkan wudhu baik mahram atau bukan,baik dengan kain atau tidak,baik membangkitkan syahwat atau tidak."

syaikhul islam berusaha menempuh jalan tengah.beliau berkata "ini seperti halnya naum,sama sama madzinah,bila bersentuhan dengan wanita tersebut terbukti membangkitkan syahwat maka orang yang terbangkitkan syahwatnya ini dianggap telah batal.dan sebaliknya misal tidak sengaja,atau masih kecil atau tua bangka tidak batal,dg istri juga bila tidak membangkitkan syahwat maka tidak membatalkan wudhu."

hal ini juga didasari dan diperkuat oleh perkataan a'isyah bahwa Rasulullah adalah manusia yang paling mampun menguasai syahwatnya.

makanya adapun menyentuh yang tidak membangkitkan syahwat dikarenakan terbangkitnya syahwat rentan mengakibatkan mudahnya keluarnya mahzi dan mani.meskipun tanpa rasa.

Adapun orang impoten,yang tidak bernafsu lagi tidak batal.

juga salah satu sebab lain yang dikecualikan adalah menyentuh mayit wanita,anggota tubuh wanita yang terputus dari badannya,atau kuku yang telah terpotong ,rambut yang telah terpotong tersentuh.
Menurut ulama syafi'iyah meskipun rambut atau kuku yang disentuh masih hidup,menempel dianggota tubuh wanita tidak membatalkan wudhu krn bukan membangkitkan syahwat dengan memgang tapi dengan melihat.

catatan : Jadi pendapat yang paling kuat yang jadi patokan batal tidaknya dalam hal ini adalah terbangkitnya syahwat. Jadi meskipun seorang lelaki melihat seorang wanita dari jauh atau dekat sehingga benar-benar membangkitkan syahwatnya maka hal ini mengakibatkan rentan keluar mahdzi atau mani.demikian juga bila ia melamun yang tidak-tidak yang ternyata membangkitkan syahwatnya maka wudhunya batal.

Perlu ditambahkan dari "http://www.firanda.com/index.php/artikel/fiqh/89-tata-cara-wudhu-sesuai-tuntunan-nabi-seri-3-pembatal-pembatal-wudhu-"

Pembatal wudhu lain adalah :

4. Menyentuh kemaluan tanpa penghalang
ada 4 pendapat berbeda tentang hal ini dari para ulama,Kesimpulannya, sebagaimana perkataan Syaikh Utsaimin : “Seseorang jika menyentuh kemaluannya (dengan syahwat atau tanpa syahwat) maka disunnahkan agar dia berwudlu. Namun pendapat akan wajibnya (berwudlu jika menyentuh dengan syahwat) sangat kuat, namun saya tidak menjazemkan (memastikan) hal ini. Namun untuk hati-hati hendaknya dia berwudlu”. (syarhul Mumti’ 1/ 234)
berarti kembali ke kaedah ke 3 pembatal wudhu adalah adanya syahwat.

5.Memakan daging unta.

Dari Jabir bin Samuroh bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam....(maaf saya ringkas )..Dia berkata :”Apakah saya berwudlu karena (makan) daging unta?”, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ya, berwudlulah karena (makan) daging unta!”

PERHATIAN :

1.Jika seseorang telah bersuci, kemudian timbul keraguan apakah dia telah berhadats atau tidak, maka kembali pada keyakinannya bahwa dia telah bersuci dan dia meninggalkan keraguannya itu.

2.Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Syaiton mendatangi salah seorang dari kalian ketika dia sedang sholat lalu meniup duburnya maka dia khayalkan kepadanya bahwa dia telah berhadats padahal dia tidak berhadats. Jika dia mendapati hal itu maka janganlah dia berpaling (membatalkan) sholatnya hingga dia mendengar suara atau dia mencium bau”. (Hadits ini dikeluarkan oleh Al Bazzar, dan asal hadits ini ada di shohihain dari hadits Abdullah bin Zaid y. Dan dikeluarkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu semisal hadits ini).

3.Demikian pula sebaliknya jika dia yakin telah berhadats lalu dia ragu apakah dia telah bersuci atau belum maka asalnya dia tetap berhadats. Dan ini adalah qiyas ‘aks yang dibolehkan dalam syari’at. (Syarhul Mumti’ 1/258)

4.Dan jika timbul keraguan setelah selesai melakukan ibadah maka tidak ada pengaruhnya keraguan tersebut sama sekali. Misalnya seseorang berwudlu kemudian dia ragu apakah dia telah berkumur-kumur?, atau setelah selesai sholat dia ragu apakah dia telah membaca surat al-fatihah?, atau dia hanya sujud sekali?, maka janganlah ia memperhatikan keraguan tersebut, karena asalnya adalah ibadahnya sah. Dan ini berlaku untuk semua ibadah. (Taudlihul Ahkam 1/256)

No comments:

Post a Comment