Ahlussunnah Search Engine :

Loading

Tuesday, November 9, 2010

PERISAI PENANGKIS DI DALAM MEMBELA AL-IMAM AL-ALBANI DARI KEJAHATAN ”AL-MUDZABDZAB” AT-TAHRIRI (1)

Tulisan ini sebenarnya adalah tulisan lama yang telah saya muat di dalam Silsilah Bantahan Terhadap HT bagian ke-2, yang membantah tulisan gelap seorang syabab HT yang berkedok di balik nama “Mujaddid” (baca : Mudzabdzab/orang yang goncang). Dikarenakan fanatikusnya masih terus mengedarkan tulisan gelapnya yang tidak ilmiah dan penuh dengah kedustaan, kejahilan dan fitnah, maka saya muat lagi di dalam blog saya ini dengan sedikit revisi dan tambahan sebagai counter dan bantahan atas kedustaannya. Semoga risalah ini bermanfaat dan dapat menjelaskan hakikat kedustaan dan kebodohan ‘rajul’ simpatisan HT yang bersembunyi di balik nama “Al-Mujaddid”, yang menyombongkan diri dan mentazkiyah (mensucikan) dirinya sendiri sebagai seorang “Mujaddid”, padahal orang yang zhalim ini tidak tepat disebut sebagai tholibul ‘ilmi, lantas bagaimana bisa ia dengan sombongnya menyebut dirinya Mujaddid. Mungkin lebih tepat disebut “Mudzabdzab” (bunglon/orang yang goncang) atau “Mubaddil” (perubah syariat).



Pendahuluan

بسم الله الرحمن الرحيم



الحمد لله رب العالمين ، وصلى الله وسلم على النبي الأمين ، وسيد الأنبياء والمرسلين ، وعلى آله وصحبه أجمعين . أما بعد :

Maha Suci Alloh yang berfirman :

وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْماً ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئاً فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَاناً وَإِثْمــــاً مُبِيناً

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS an-Nisa : 112)

Maha benar Alloh yang berfirman :

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُبِيناً

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS al-Ahzab : 58)

Maha mengetahui Alloh berfirman :

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Israa` : 36)

Maha Agung Alloh yang berfirman :

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّناً وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS an-Nuur : 15)

Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullahu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

أتدرون ما الغيبة ؟

“Apakah kalian tahu apakah ghibah (menggunjing) itu?” Para Sahabat menjawab :

الله ورسوله أعلم

“Alloh dan Rasul-Nya yang lebih tahu” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melanjutkan ucapan beliau :

ذكرك أخاك بما يكره

“Ghibah itu adalah engkau menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang dibencinya.” Seorang sahabat bertanya :

أفرأيت إن كان في أخي ما أقول ؟!

“Bagaimana menurut anda apabila yang aku sebutkan ada pada saudaraku itu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab :

إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته، وإن لم يكن فيه فقد بهته

“Apabila yang kau katakan ada padanya maka inilah ghibah dan apabila tidak ada padanya maka kau telah berdusta atasnya (menfitnahnya).”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullahu dari Sa’ib bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alahi wa Salam bahwa beliau bersabda :

إن من أربى الربا الاستطالة في عرض المسلم بغير حق

“Sesungguhnya sebesar-besarnya riba adalah menyebut-nyebut kehormatan seorang muslim tanpa hak.”

Sahabat yang mulia, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :

لا ترم أحدا بما ليس لك به علم

“Janganlah kamu menuduh seseorang yang kamu tidak memiliki ilmunya.”

Di dalam Nawadirul Hakim, dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :

البهتان على البريء أثقل من السموات

“Menfitnah seorang yang tidak bersalah (terbebas darinya) lebih berat dari langit seluruhnya.”

Diriku, ketika menukilkan sebagian ayat, hadits dan atsar di atas, sesungguhnya aku menghendaki supaya hal ini bisa menjadi cambuk dan peringatan atas kita, dari menuduh dan menfitnah orang lain tanpa hujjah dan bayyinah yang jelas, tanpa burhan yang terang, yang berangkat dari kejahilan, kedengkian dan kezhaliman semata. Dan barangsiapa yang memiliki hujjah, bayyinah dan burhan maka katakanlah dengan adil dan benar, tanpa diiringi dengan dusta dan fitnah.

Adapun seorang yang berkedok dengan nama ’Mujaddid’ (baca : Mudzabdzab), yang menulis sebuah risalah bantahan terhadap salafiyin dan ulamanya yang penuh dengan kebodohan, kegelapan di atas kegelapan dan kedustaan, yang mana ia di dalam menulis bantahan tersebut, tidak lepas dari tulisan seorang syabab HT yang bernama Muhammad Lazuardi al-Jawi[1], yang mana Lazuardi ini menukil dari tulisan Umar Bakri Muhammad[2] dan Hasan Ali as-Saqqof[3]. Selain itu, tampaknya si Mudzabdzab ini juga banyak menukil dari website seorang shufi di Eropa Mas’ud Ahmad Khan (http://www.masud.co.uk/) yang mengagung-agungkan seorang shufi besar penghulu kesesatan dan kebid’ahan, Hamim Nuh Keller ad-Dajjal dan Abdul Hakim Murad al-Kadzdzab.

Di sini saya tidak akan membantah seluruhnya, namun hanya sebagiannya saja yang berkenaan dengan pembahasan. Di sini saya akan berusaha menelanjangi dan menyingkap kebodohan si Mudzabdzab ini dan Lazuardi al-Jawi al-Hizbi yang penuh dengan pemalsuan, kedustaan dan pengkhianatan ilmiah. Para pembaca budiman akan melihat bagaimana lihainya si mudzabdzab dan Lazuardi al-Jawi ini di dalam berbuat dusta dan makar terhadap ahlus sunnah.



AL-IMAM AL-MUHADDITS AL-ALBANI DIZHALIMI

Ternyata kebencian mereka terhadap Syaikh al-Muhaddits al-Imam al-Albani rahimahullahu tidak hanya berhenti sampai pada nukilan kegelapan as-Saqqof yang telah di’muntah’kan oleh Mudzabdzab pada tulisan sebelumnya yang telah saya bantah. Namun mereka juga menghimpun secara gegabah dan serampangan kritikan para ulama fanatikus madzhabi dan pembela kesesatan asy’ariyah, jahmiyah dan sufiyah. Akan terbuka kedok mereka sebentar lagi –insya Allah Ta’ala-. Hal ini menunjukkan bagaimana sayab Hizbut Tahrir ini berserikat dan berkoalisi dengan kesesatan mereka, dan para pembaca budiman akan mengetahui sebentar lagi dan dapat menarik benang merah alasan kebencian mereka terhadap Syaikh al-Albani dan ulama salafi lainnya.

Al-Mudzabdzab ini berkata :

”…Bahkan kemudian bangkitlah para ulama dari berbagai belahan dunia islam yang menulis kitab berjilid-jilid hanya untuk menunjukkan berbagai kesalahan dan penyimpangan Albani, kita dapat lihat sebagai berikut..”

Lalu dia menyebutkan beberapa kitab dan penulisnya yang membantah Syaikh al-Albani. Sebelum menyebutkan kitab-kitab tersebut beserta penulisnya dan bantahannya, perlu saya sampaikan beberapa hal simpul-simpul benang kusut agar para pembaca dapat menariknya sehingga menjadi lurus dan tidak kusut lagi. Saya akan nukilkan dulu muntahan si mudzabdzab ini di dalam artikelnya yang berjudul ”Pandangan Salaf Terhadap Daulah dan Siyasah” (bagian II) point E, ia berkata setelah mencela Syaikh al-Albani dan menukil tulisan gelap as-Saqqof dari Tanaqudlaat-nya :

Setelah kita menyimak berbagai contoh kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak oleh ‘Yang Terhormat Al-Muhaddis Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani’ oleh ‘Al-Alamah Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof’ dimana dalam kitab-nya tersebut beliau (Rahimahullah) menunjukkan ± 1200 kesalahan dan penyimpangan dari Syeikh Al-Albani dalam kitab-kitab yang beliau tulis seperti contoh diatas. Maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa bidang ini tidak dapat digeluti oleh sembarang orang, apalagi yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang layak untuk menyadang gelar ‘Al-Muhaddis’ (Ahli Hadis) dan tidak memperoleh pendidikan formal dalam bidang ilmu hadis dari Universitas-universitas Islam yang terkemuka dan ‘Para Masyaik’h yang memang ahli dalam bidang ini. (Silahkan lihat kitab Syeikh As-Saqqof, Kitab ‘Tanaqadat Al-Albani A-Wadihat’ (Kontradiksi yang sangat jelas pada Al-Albani) ) !!!!!.

Maka cukuplah perkataan – Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadis yang bermadzab Hanafi menukil pendapat Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn Abidin Dalam Hasyiyah-nya, yang dirangkum dalam bukunya ‘Daf’ Al-Auham An-Masalah Al-Qira’af Khalf Al-Imam’, hal. 15 : ‘’Kita melihat pada masa kita, banyak orang yang mengaku berilmu padahal dirinya tertipu. Ia merasa dirinya diatas awan ,padahal ia berada dilembah yang dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah satu kitab dari enam kitab hadis (kutub As-Sittah), dan ia menemukan satu hadis yang bertentangan dengan madzab Abu Hanifah, lalu berkata buanglah madzab Abu Hanifah ke dinding dan ambil hadis Rasul SAW. Padahal hadis ini telah mansukh atau bertentangan dengan hadis yang sanadnya lebih kuat dan sebab lainnya sehingga hilanglah kewajiban mengamalkannya. Dan dia tidak mengetahui. Bila pengamalan hadis seperti ini diserahkan secara mutlak kepadanya maka ia akan tersesat dalam banyak masalah dan tentunya akan menyesatkan banyak orang ‘’.

Sekarang saya akan mengajak para pembaca budiman untuk mengobservasi dan menganalisa nukilan dan uraian si Mudzabdzab di atas. Pertama, saya akan menunjukkan beberapa nukilan dari para ulama fanatikus madzhabi, sehingga simpul pertama akan dapat kita tarik.

MEREKA ADALAH FANATIKUS MADZHABIYAH!

Muhammad Ala`udiin al-Hashfaki al-Hanafi berkata, ”Apabila kami ditanya tentang madzhab kami dan madzhab yang menyelisihi kami, maka kami wajib mengatakan bahwa : ’Madzhab kami benar walaupun mengandung kemungkinan salah dan madzhab yang menyelisihi kami salah walaupun kemunginan benar.” [4]

Al-Hashfaki al-Hanafi juga menyusun sebuah syair pujian terhadap Abu Hanifah sebagai berikut :

Laknat Rabb kami sebanyak debu

Bagi orang yang menolak pendapat Abu Hanifah [5]

Abu Hasan al-Kharqi al-Hanafi berkata : ”Setiap ayat yang menyelisihi madzhab kami maka harus ditakwil atau dianggap mansukh, demikian pula setiap hadits yang menyelisihi madzhab kami harus ditakwil atau dianggap mansukh.” [6]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani di dalam Fathul Baari` (IV/361-367) menjelaskan bahwa sebagian pengikut madzhab Hanafi mencela Abu Hurairoh berkenaan dengan hadits al-Mushorroh karena bertentangan dengan madzhab mereka. Bahkan mereka membuat hadits palsu tentang keutamaan Abu Hanifah sebagaimana dipaparkan oleh Muhammad bin Hibban al-Busthi (w. 354 H.) yang berkata : ”Ma’mun bin Ahmad as-Sulami meriwayatkan dari Ahmad bin Abdullah bin Ma’dan al-Azadi dari Anas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda : ”Akan ada di tengah ummatku seorang lelaki yang disebut dengan Muhammad bin Idris yang lebih berbahaya dari umatku daripada Iblis. Akan ada seorang lelaki di tengah umatku seorang lelaki yang bernama Abu Hanifah, dia adalah pelita bagi ummatku.” [7]

Ibnu Hibban berkomentar di dalam al-Majruhin (III/4546) : ”Ma’mun bin Ahmad as-Sulami adalah seorang yang zhahirnya bermadzhab Karamiyah namun tidak diketahui secara pasti bathinnya.”

Al-Hakim berkata di dalam ash-Shahih ilal Madkhol (III/45-46A) : ”Ma’mun adalah seorang pendusta. Ia meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dari ulama tsiqot kemudian ia menyebutkan hadits ini.”

Dan seluruh ulama muhaddits bersepakat akan kepalsuan hadits ini, namun orang-orang ajam (non Arab) menerima kebohongan-kebohongan ini dan merekayasa jalur riwayatnya. Al-Allamah Abdurrahman al-Mu’allimi al-Yamani berkata : ”Orang-orang ajam menerima kebohongan ini dan merekayasa jalur riwayat untuknya. Kemudian para ulama Hanafiyah menerimanya dan menjadikannya sebagai Hujah.”

Namun anehnya, diantara orang yang diklaim sebagai ahli hadits yang menerima riwayat ini adalah Muhammad Zahid al-Kautsari al-Jahmi (w. 1371 H), seorang yang mengumpulkan segala bentuk kebid’ahan di dalam dirinya. Telah lewat penjelasan tentangnya di artikel bantahan saya ”Pembelaan Terhadap Al-Imam Al-Albani”. Sebagai tambahan dan perlu diketahui, bahwa al-Kautsari ini juga menuduh al-Imam Bukhari sebagai Murji’ah (dalam kitabnya yang berjudul at-Ta’nib hal. 48), dia juga mencela habis-habisan hanya untuk membela Abu Hanifah para ulama ummat seperti Sufyan ats-Tsauri, Abu Ishaq al-Fazari, al-Humaidi, Ahmad bin Hanbal dan selainnya. [8]

Sungguh al-Imam al-Humam Nu’man bin Tasbit Abu Hanifah rahimahullahu sendiri berlepas diri darinya, beliau berkata : ”Ini adalah pendapat an-Nu’man bin Tsabit dari dirinya sendiri. Pendapat ini lebih baik dari yang bisa aku tetapkan. Barangsiapa yang datang dengan pendapat lebih baik, maka pendapatnya lebih utama untuk dibenarkan.” [9]

Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Za’far berkata : ”Tidak halal bagi seorangpun berpendapat dengan pendapat kami sampai ia mengetahui dari mana kami mengambil pendapat kami.” [10]

Sungguh, Muhammad Zahid al-Kautsari ini menghimpun kesesatan ahli bid’ah dan ahli ahwa’ dengan mendahulukan fanatik madzhabinya ketimbang hadits-hadits nabi yang mulia. Syaikh al-Allamah Mu’allimi al-Yamani telah membantah dirinya secara ilmiah di dalam kitab at-Tankil bima fi Ta’nibil Kautsari minal Abathil dan Thali’ah at-Tankil, demikian pula Syaikh Muhammad Abdurrazaq Hamzah[11] dalam Risalah fir Raddi ’ala Kautsari dan al-Muqobalah bainal Huda wadh Dhalal, Muhaddits al-Ashr Muhammad Nashirudin al-Albani dalam Muqoddimah Syarh ath-Thahawiyah, Syaikh Zuhair asy-Syawisy dalam Hasyiah (catatan kaki)-nya terhadap Syarh Aqidah ath-Thahawiyah dan Syaikh Ahmad bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari dalam Bayaanu Talbiis al-Muftari Muhammad Zahid al-Kautsari.

Asy-Syaikh asy-Syamsu as-Salafi al-Afghoni menulis sebuah artikel yang berjudul al-Kautsari wal Kautsariyah yang dimuat di majalah al-Asholah (no 25-26/Dzulqo’dah/1415/th.III/hal.102-118) yang berisi aqidah sesat al-Kautsari dan para pembebeknya yang beliau nukil dari kitab al-Kautsari sendiri, terutama dari kitab Maqoolat al-Kautsari yang masyhur. Berikut ini saya nukilkan sebagian isi artikel tersebut yang menghimpun kesesatan dan kesyirikan ajaran al-Kautsari kepada ummat, diantaranya adalah :

Memperbolehkan membangun kubah dan masjid di atas kubur karena hal ini merupakan perkara yang telah diwariskan. (Maqoolat al-Kautsari hal. 156-157).

Tidak memperbolehkan menghancurkan kubah atau masjid yang dibangun di atas kuburan yang mana hal ini merupakan hal yang telah diwariskan kepada ummat. (idem)

Bolehnya sholat di pekuburan dan dia memperbolehkan sholat di Masjid yang dibangun padanya kuburan orang yang sholih dengan maksud bertabaruk dengan peninggalan-peninggalannya (atsar), dan menganggap do’a menjadi ijabah di sana… (hal. 157)

Menganggap Nabi memberikan syafa’at di alam barzakh dan mengetahui permintaan orang yang meminta, dan dia juga berdalil dengan mimpi-mimpi (hal. 389)

Menganggap Nabi mengetahu ilmu al-Lauh dan al-Qolam (hal. 373).

Meniadakan kebanyakan sifat-sifat bagi Allah dan merubah nash shifat menjadi sifat yang dianggap kurang menyerupai manusia, hewan, benda mati dan sebagainya. (tersebar dalam hampir semua karangannya).

Memperbolehkan ziarah ke kuburan untuk bertabaruk dan berdo’a di sampingnya dan menyakini keijabahannya sebagaimana juga boleh siarah ke kuburan untuk meminta tolong kepada mayat dalam rangka memperoleh kebaikan dan menjauhkan dari bencana. (hal. 385)

Berkeyakinan bahwa arwah para wali turut memberi andil dalam mempengaruhi alam semesta dan bahkan turut serta di dalam pengaturannya (hal. 382).

Bolehnya menyeru Rasulullah setelah meninggalnya beliau dalam rangka menjauhkan dari kesukaran dan ia mengaku hal ini merupakan warisan dari para sahabat radhiallahu ‘anhum (hal. 391).

Memperbolehkan bertawasul dengan dzat wali baik hadir maupun ghaib ataupun pasca wafatnya. (hal. 378-380 dan 386)

Bertawasul dengan do’anya orang yang masih hidup bukan dianggapnya sebagai tawasul baik ditinjau dari sisi bahasa maupun syar’i.

Boleh mempergunakan lafazh isti’anah dan istighotsah ketika bertawasul.

Mencela hadits-hadits Bukhari-Muslim yang menyelisihi madzhabnya [12]

Banyak menukil ucapan-ucapan penghulu kesesatan filsafat semacam ar-Razi, at-Taftazani, al-Jurjani dan selainnya.

Inilah dia guru Hasan Ali as-Saqqof penulis Tanaqudhaat al-Albani al-Wadhihah yang dinukil oleh si mudzabdzab al-Hizbi ini. Selain itu, al-Kautsari juga guru dari Habiburrahman al-A’zhami yang bersembunyi di balik nama Arsyad as-Salafi, Abdul Fattah Abu Ghuddah al-Asy’ari al-Maturidi[13], Ahmad Khoiri al-Hanafi al-Maturidi al-Quburi al-Khurofi[14], Ridwan Muhammad al-Mishri al-Khurofi dan selainnya.

Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, seorang muhaddits India memberi peringatan sebagai berikut : ”Sesungguhnya murid-murid al-Kautsari ini –secara Aqidah dan manhaj- menghembuskan pemikiran-pemikiran yang beracun. Maka merupakan kewajiban para ulama pembela sunnah dan para penuntut ilmu yang mumpuni untuk menyingkap hakikat dan syubuhat mereka, membedah makar-makar busuk mereka dan membongkar maksud-maksud jelek mereka, agar ummat tidak terjerat ke dalam perangkap-perangkap mereka yang penuh tipu daya dengan nama-nama dan gelar-gelar yang mentereng.” [15]

Saya katakan : Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikh Sholah Maqbul, bahwa bahaya yang ditularkan oleh murid-murid al-Kautsari ini sangat virulen dan infeksius, terbukti bahwa ”al-Mudzabdzab” sendiri telah terinfeksi oleh virus Kautsariyah ini dan menjadikannya sebagai argumentasi dan hujjah di dalam memerangi ahlus sunnah. Sungguh tepat kiranya syair di bawah ini menggambarkan keadaan dirinya :

و من جعل الغراب له دليلا يمر به على جيف الكلاب

Barangsiapa yang menjadikan burung gagak sebagai dalil

Maka ia akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing





[Bersambung Bagian 2]

1 Dugaan saya, “Al-Mujaddid” dan Lazuardi al-Jawi ini adalah orang yang satu. “Al-Mujaddid” hanyalah kedoknya saja, dan Lazuardi sendiri bukanlah nama asli juga. Seorang yang terpercaya telah mengabarkan kepada saya, bahwa Lazuardi dan Mujaddid ini adalah orang yang satu, dan dia adalah alumni UNIBRAW angkatan 97/98 yang nama aslinya adalah Irawan. Dan Alloh-lah yang lebih mengetahui kebenarnya.

2 Umar Bakri Muhammad adalah seorang kelahiran Suriah Lebanon, mantan mufti HT di Inggris, yang pada tahun 1996 keluar dari HT membentuk jama’ah baru yang bernama “Al-Muhajiroon”, lalu ia membubarkannya lagi dan membentuk jama’ah baru lagi yang bernama “Ghurobaa”. Ia mengklaim pasca keluar dari HT telah rujuk kepada aqidah dan manhaj ahlis sunnah, namun sayangnya, klaimnya hanyalah sekedar klaim belaka, karena ia keluar dari kelompok yang terpengaruh oleh Mu’tazilah (bahkan Umar Bakri sendiri menyebut HT sebagai “Neo Rationalist”) menuju kepada kelompok yang lebih ekstrim lagi, yaitu Khowarij takfiri. Umar Bakri ini sangat mudah mengkafirkan secara sporadis, ia tidak segan mengkafirkan siapa saja yang tidak sefaham dengannya. Ia telah mengkafirkan Imam Ibnu Baz rahimahullahu dan para ulama ahlis sunnah. Bahkan ia juga mengkafirkan DR. al-Qorodhowi dan mayoritas ulama al-Azhar Mesir.

3 Hasan Ali as-Saqqof ini adalah seorang Jahmiyah tuleh dari Yordania. Silakan baca bantahan terhadapnya pada artikel yang berjudul “Pembelaan terhadap Imam al-Albani” di dalam blog ini. Niscaya anda ketahui akan keadaan dirinya yang serupa dengan pengagumnya semisal “Mudzabdzab” ini.

4 Ad-Durrul Mukhtar ma’a Raddil Mukhtar I/48-49, dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

5 Lihat Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 242.

6 Bid’atut Ta’ashshub al-Madzhabi hal. 327 oleh Muhammad Ied Abbasi dan Tarikh at-Tasyri’ al-Islami hal. 337 oleh al-Khudari. Dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

7 Al-Majruuhin, Ibnu Hibban (III/46), al-Madkhol ila ash-Shahih, al-Hakim (hal. 216), Tarikh al-Baghdad (XIII/335), al-Maudhu’at (II/48-49), Mizanul I’tidal (III/430) dan Lisanul Mizan (V/8). Lihat Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 277-278

8 Lihat penjelasan lengkap kesesatan al-Kaustari di dalam Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 283-286

9 I’lamul Muwaqqi’in (I/75) oleh Ibnul Qoyyim, Hujjatul Balighoh (I/157) dan al-Inshaf (hal. 104) oleh ad-Dihlawi. dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

10 I’lamul Muwaqqi’in (II/210-211) oleh Ibnul Qoyyim, Hujjatul Balighoh (I/185). dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

11 Syaikh Muhammad bin Abdirrahman bin Abdirrazaq Hamzah adalah seorang imam Haram al-Madini, pembela Sunnah dan penghancur bid’ah, orang yang membenci taklid buta dan mencintai ittiba’ kepada sunnah nabi. Beliau pernah menimba ilmu dari Sayyid Rasyid Ridha dan Syaikhul Azhar asy-Syaikh Salim al-Bisyri rahimahumallahu. Beliau adalah sahabat akrab dari Imam al-Haram al-Makki, Syaikh Abduzh Zhahir Abul Samhi rahimahullahu. Beliau pernah mengajar di Ma’hadil ‘Ilmi as-Su’udi yang saat itu merupakan lembaga terbesar di Saudi. Diantara pengajar ma’had itu saat itu adalah Syaikh Abdurrazaq Afifi, Syaikh Abdurrahman al-Wakil, Syaikh Muhammad Ali Abdurrahim dan selain mereka dari para ulama Ansharus Sunnah al-Muhammadiyah rahimahumullahu. Beliau direkomendasikan untuk mengajar di Ma’hadil ‘Ilmi oleh Samahatu Mufti asy-Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh rahimahullahu. Beliau adalah seorang alim jalil yang senantiasa mengkhidmatkan waktunya untuk menyebarkan ilmu dan sunnah. Karangannya menjadi saksi atas kedalaman ilmunya dan kesungguhannya di dalam membela sunnah dan menumpas kesesatan. Selain dua karangan yang telah disebutkan di atas, beliau juga memiliki karangan sebagai berikut : As-Syawahid wan Nushush Raddu fiihi ’ala Aro’ii Abdullah al-Qoshimi, Zhulumaati Abu Royyah, ’Unwaanun Najdi fi Taarikhin Najdi, Risaalatut Tauhid lil Imam Ja’far ash-Shadiq, Mawariduzh Zham’aan ila Zawa’id Ibni Hibban, al-Baa’itsul Hatsiits ila Fannil Hadits, Ta’liqot ’ala Hamawiyyatil Kubra, Ta’liqoot ’ala Risaalatith Tholaq lisyaikhil Islam, Ta’liqot ’alal Kaba`ir lidz Dzahabi, dll. Beliau wafat pada tahun 1392 H. Atau 1972 M. setelah menderita sakit keras semenjak tahun 1965. Semoga Allah merahmati beliau dan membalas segala khidmatnya dengan surga-Nya kelak dan menerangi kuburnya serta menjauhkan dirinya dari siksa kubur dan siksa neraka. (Lihat Majalah at-Tauhid (Ansharus Sunnah al-Muhammadiyah Mesir), tahun ke-25, no. 6)

12 Hal ini disingkap habis pengkhianatan pendhaifannya oleh penulis (Syaikh asy-Syamsu al-Afghoni) di dalam kitabnya al-Maturidiyah III/244-245

13 Seorang yang didaulat oleh Ikhwanul Muslimin sebagai ahli hadits dan syaikh asy-Syamsu al-Afghoni memiliki kitab yang membantah penyimpangannya di dalam kitab al-’Umdah likasyfil Astaar ’an Asroori Abi Ghuddah dan Fadhilatus Syaikh Bakr Abu Zaed juga menulis Baro’atu Ahlus Sunnah minal waqii’ati fi Ulama`il Ummah yang juga menyingkap hakikat Abu Ghuddah

14 pemahamannya dekat dengan Rofidli dan Bathiniy, pencela dan pembenci Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan penulis biografi al-Kautsari dalam kitabnya al-Imam al-Kautsari, Muhammad Yusuf al-Banuri ad-Deobandi ash-Shufi

15 Lihat Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 290.

No comments:

Post a Comment