Ahlussunnah Search Engine :

Loading

Sunday, September 19, 2010

Menjawab tudingan negatif terhadap dakwah salaf

MENJAWAB TUDINGAN PADA DAKWAH SALAFIYAH

Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2

Pengantar
Menanggapi beberapa pertanyaan (baca: tudingan) dari salah seorang saudara
kami mengenai syubhat yang ditujukan kepada dakwah salafiyah, maka kami
mencoba menanyakan syubhat-syubhat yang dilontarkan tersebut kepada ustadz
kami, yaitu ustadz Abdullah bin Taslim. Alhamdulillah ustadz Abdullah bin
Taslim menyempatkan diri untuk menjawab syubhat tersebut disela-sela
kesibukan beliau. Semoga risalah ringkas dari ustadz kami ini mampu untuk
menjawab berbagai keraguan yang belum terjawab di dada para penuntut ilmu
syar’i yang rindu akan kebenaran.

Bismillahirrohmaanirrohiim

Menanggapi tulisan dan pertanyaan al akh Kurniadi, menurut ilmu saya yang
sangat terbatas, saya ingin memberikan jawaban sebagai berikut :



Istilah “salafi” atau dalam bentuk majemuknya “salafiyun” adalah penisbatan
kepada generasi salaf, yaitu generasi para sahabat Rasulullah
shollallahu’alaihiwasallam, tabi’in (pengikut para sahabat) dan tabi’ut
tabi’in (pengikut tabi’in), yang mereka ini telah dijamin kebenaran
pemahaman dan pengamalan agama mereka oleh Allah dan Rasul-Nya
shollallahu’alaihiwasallam, Allah subhanahuwata’ala berfirman:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100).

Dan Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda :

“Sebaik-sebaik (generasi) di umatku ini adalah generasiku (para sahabat),
kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (tabi’in), dan kemudian
orang-orang yang datang setelah mereka (tabi’ut tabi’in)” (HSR Bukhari dan
Muslim).

Istilah lain dari “salafi” adalah “Ahlus sunnah wal jama’ah”, artinya
orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam dan
pemahaman al jama’ah (para sahabat Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam
rodhiallahu’anhum ‘ajma’iin) dalam beragama, hal ini ditunjukkan dalam
hadits yang shahih, ketika Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam
memberitakan tentang perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, Beliau
shollallahu’alaihiwasallam bersabda : “Semua golongan itu masuk neraka
kecuali satu golongan, yaitu Al Jama’ah”, dalam riwayat lain Beliau
shollallahu’alaihiwasallam sendiri yang menafsirkan makna Al Jama’ah dalam
hadits ini dengan sabda Beliau shollallahu’alaihiwasallam :
“Mereka adalah orang-orang yang mengikuti petunjukku dan petunjuk para
sahabatku” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ad Darimi, Al Hakim dll, dinyatakan shahih
oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi, juga oleh syaikh Al Albani,
lihat “Zhilal al jannah” hal. 33).

Dalam hal ini, harus dibedakan antara “salaf” dengan orang yang mengaku
sebagai “salafi” atau “salafiyun”, karena “salaf” telah dijamin
kebenarannya, adapun orang yang mengaku “salafi” tidak ada jaminan baginya,
kecuali jika dia benar-benar mengikuti pemahaman dan pengamalan generasi
salaf. Dan tidak semua orang yang mengucapkan kata-kata yang benar, ucapan
tersebut sesuai dengan kenyataannya. Sebagaimana slogan yang diucapkan oleh
orang-orang khawarij ketika mereka keluar untuk memberontak di jaman
kekhalifaan Ali bin Abi Thalib rodhiallahu’ahu, mereka mengatakan: “tidak
ada hukum selain hukum Allah”, maka Ali bin Abi Thalib rodhiallahu’ahu
menanggapi slogan tersebut dengan ucapan beliau yang terkenal: “(slogan
mereka itu adalah) kalimat yang (tampaknya) benar, tetapi dimaksudkan untuk
kebatilan” HSR Imam Muslim (2/749).

Sebagai contoh nyata dalam hal ini adalah apa yang al akh Kurniadi sebutkan
sendiri tentang kelompoknya ust. Muhammad Umar As Sewed, tentang sikap
mereka yang terlalu keras terhadap orang-orang yang berbeda pendapat (dalam
masalah-masalah yang bukan merupakan prinsip dasar ahlu sunnah) dengan
mereka, bahkan sampai menggunakan kata-kata yang keji dan tidak pantas untuk
diucapkan. Kalau kita bandingkan sikap mereka ini dengan sikap para ulama
besar yang ada di Arab saudi (yang mereka telah diakui sebagai ulama yang
benar-benar mengikuti pemahaman dan pengamalan generasi salaf) dalam
menyikapi perbedaan pendapat, kita akan dapati perbedaan yang sangat jauh
sekali antara keduanya, seperti perbedaan antara langit dan bumi! Saya dan
teman-teman yang – alhamdulillah - belajar di Islamic University of Medina,
Saudi Arabia, selama sekitar 6 tahun (mengambil master -ed) (bahkan ada yang
sudah 9 tahun - mengambil doctor -ed) kami tinggal di kota Nabi
shollallahu’alaihiwasallam, kami menghadiri ceramah-ceramah para ulama di
Arab Saudi dan melihat langsung sikap mereka dalam masalah ini, kami dapati
sikap mereka yang sangat lemah lembut dan jauh dari sikap kasar apalagi
mengucapkan kata-kata yang keji. Mereka yang pernah kami jumpai bersikap
seperti ini di antaranya: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin, Sykh
Shaleh Al Fauzan, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy Syaikh (Mufti negara Arab
Saudi saat ini), Syaikh Shaleh Alu Asy Syaikh, Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad
(ulama yang paling senior di Madinah), kemudian yang lebih muda dari mereka
di antaranya: Syaikh Rabi’ Al Madkhali, Syaikh Muhammad Jamil Zainu, Syaikh
Shaleh As Suhaimi, kemudian Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili, Syaikh Abdur Razzak,
Syaikh Tarhib Ad Dausari (penulis kitab “Al Quthbiyyah hiyal fitnah”),
demikian juga para ulama yang mengikuti manhaj salaf dari luar Arab Saudi,
seperti murid-murid Syaikh Al Albani yang berada di Yordania, yaitu Syaikh
Ali Hasan, Syaikh Salim Al Hilali, Syaikh Mashur Hasan Salman, Syaikh
Muhammad Musa Nashr dll. Sikap lemah lembut ini pun jelas kita dapati pada
dua ulama besar jaman ini, yang terkenal sangat gigih dalam mendakwahkan dan
membela manhaj salaf, yaitu Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al Albani, melalui
ceramah-ceramah dan fatwa-fatwa yang mereka sampaikan.

Mungkin juga perlu diketahui, saya sendiri (penulis makalah ini) dulu pernah
menjadi santri angkatan pertama ust. Muhammad Umar As Sewed dan ust. Ja’far
Umar Thalib di Ponpes Ihya us Sunnah, Jln. Kaliurang km 15, Degolan,
Yogyakarta, dan sedikit banyak tentunya saya terpengaruh dengan sikap-sikap
keras mereka, tapi kemudian - alhamdulillah – setelah saya belajar di
Madinah dan membandingkan sikap mereka ini dengan sikap para ulama di Arab
Saudi, saya merubah diri dan meninggalkan sikap-sikap keras tersebut.

Kemudian, bukan berarti dengan makalah ini saya menghukumi bahwa kelompoknya
ust. Muhammad Umar As Sewed telah keluar dari manhaj salaf/ahlus sunnah,
sebagaimana yang mereka lakukan terhadap orang-orang yang berbeda pendapat
dengan mereka, karena yang saya bicarakan dalam makalah ini adalah kesalahan
mereka dalam menyikapi perbedaan pendapat, bukan masalah manhaj secara
keseluruhan.

Juga ingin saya ingatkan kepada al akh Kurniadi, untuk lebih berhati-hati
dalam menilai dan menghukumi, apalagi jika yang dinilai itu pemahaman
salaf/ahlus sunnah wal jama’ah, yang telah dijamin kebenarannya oleh Allah
subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya shollallahu’alaihiwasallam dalam banyak ayat
al Qur an dan hadits yang shahih, di antaranya ayat dan hadits yang saya
sebutkan di atas. Maksud saya, jangan hanya dikarenakan kesalahan
seseorang/kelompok yang menisbatkan diri kepada pemahaman salaf, lantas
menjadikan kita menyalahkan atau minimal, meragukan kebenaran pemahaman
salaf!, Apalagi sampai menyebutkan dua orang syaikh besar yang telah
disepakati keimaman mereka berdua dan kuatnya mereka dalam berpegang teguh,
membela dan mendakwahkan manhaj salaf, yaitu syaikh Bin Baz dan syaikh Al
Albani, silahkan baca kitab-kitab mereka dan dengar kaset-kaset ceramah
mereka untuk membuktikan hal ini.

Demikian juga penilaian terhadap apa yang disebut sebagai faham/gerakan
wahabi, yang hanya berdasarkan hadits-hadits yang bersifat umum, yang
dipahami dengan keliru (insya Allah akan saya jelaskan). Seharusnya untuk
menilai benar/tidaknya faham ini, yang kita lakukan adalah membaca langsung
buku-buku tulisan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, agar kita dapat menilai
apakah betul pemahaman beliau seperti pemahaman khawarij, apakah beliau suka
dan mudah membid’ahkan dan mengkafirkan sesama muslimin, seperti yang
dikatakan oleh al akh Kurniadi? Saya pribadi telah membuktikan bahwa
pemahaman dan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah sesuai dengan
pemahaman dan dakwah salaf/ahlus sunnah wal jama’ah dan sangat jauh dari
pemahaman khawarij yang mudah mengkafirkan kaum muslimin. Atau barangkali al
akh Kurniadi punya bukti yang jelas tentang penyimpangan Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab dan dakwah beliau dalam kitab tulisan beliau? Kalau memang ada,
tolong disebutkan meskipun satu saja!.

Di antara bukti nyata yang menunjukkan hal ini, sikap para ulama besar
pengikut manhaj salaf yang ada di arab saudi, yang disebut oleh al akh
Kurniadi sebagai ulama-ulama sunni wahabi mutakhirin, mereka sangat keras
dalam menentang pemahaman khawarij yang mudah mengkafirkan dan menghalalkan
darah kaum muslimin tanpa alasan yang benar, dan sangat lembut dalam
menyampaikan perbedaan pendapat (dalam masalah-masalah yang bukan merupakan
pokok-pokok agama), yang semua ini kami dengarkan dan saksikan langsung
selama kami belajar di arab saudi.

[Sumber artikel diambil dari situs http://www.muslim.or.id]

No comments:

Post a Comment